Gugus Karbonil Aldehid dan Keton


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.      Latar Belakang
Gugus fungsi pada senyawa aldehid dan keton adalah gugus karbonil. Gugus karbonil terdiri dari sebuah atom karbon sp2 yang dihubungkan dengan sebuah atom oksigen oleh sebuah ikatan sigma dan sebuah ikatan pi. Gugus karbonil bersifat polar karena adanya unsur elektronegatif atom oksigen pada gugus karbonil memiliki dua elektron menyendiri. Semua sifat struktural ini, kepolaran ikatan pi, dan adanya elektron menyendiri menyebabkan kereaktifan gugus karbonil. Meski sama-sama merupakan senyawa organik yang memiliki gugus karbon sp2 yang terhubung dengan oksigen, namun dalam penggunaannya kedua senyawa ini berbeda. Senyawa aldehid memiliki gugus karbonil yang mudah teroksidasi, sedangkan keton tidak.
Senyawa aldehid dan keton dapat melangsungkan banyak reaksi antara lain yaitu reaksi oksidasi, reduksi, adisi, dan reaksi khusus seperti reaksi canizaro. Reaksi yang menghasilkan padatan (disebut turunan atau derivat) sangat berguna untuk menentukan sifat-sifat dari senyawa karbonil aldehid dan keton.

 1.2.      Tujuan Percobaan
            Tujuan percobaan ini adalah untuk menentukan sifat-sifat gugus karbonil dari senyawa-senyawa golongan aldehid dan keton.



BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
            Aldehid dan keton adalah derivat hidrokarbon yang mengandung gugus karbonil (C=O) dengan struktur umum sebagai RCOH dan RCOR. Tatanama aldehid adalah alkanal atau alkil aldehid, sedangkan keton adalah alkil keton atau propanon. Secara trivial, ciri aldehid adalah akhiran –al dan keton adalah akhiran –on. Gugus aktif dari kedua golongan senyawa ini adalah gugus karbonil dan merupakan fokus reaksi dari reaksi terhadap keduanya (Sitorus, 2010).
            Aseton adalah keton yang paling penting dan merupakan cairan volatil (titik didih 56ºC) dan mudah terbakar. Aseton adalah pelarut yang baik untuk macam-macam senyawa organik, banyak digunakan sebagai pelarut pernis, lak, dan plastik. Seperti kebanyakan pelarut organik lain, aseton bercampur dengan air dalam segala perbandingan. Formaldehid, suatu gas tak berwarna, mudah larut dalam air (Pudjaatmaka, 1999).
            Aldehid dan keton merupakan senyawa yang sangat penting. Beberapa dari padanya seperti aseton (CH3COCH3) dan metil etil keton (CH3COCH2CH3) dipakai dalam jumlah besar sebagai pelarut. Larutan pekat formaldehid dalam air dipakai untuk mengawetkan jaringan hewan dalam penelitian biologi. Bahan rumit seperti karbohidrat dan hormon steroid mengandung struktur karbonil aldehid dan keton bersama-sama gugus fungsi lainnya (Suminar, 1994).
Formaldehid (HCHO) adalah aldehid paling sederhana, dan aseton (CH3COCH3) adalah keton paling sederhana. Sifat fisis kimia aldehid keton dipengaruhi oleh gugus karbonil yang sangat polar. Aldehid dihasilkan melalui oksidasi alkohol primer, dan sedangkan keton dari alkohol sekunder. Jika aldehid dioksidasi dengan pereaksi tollens, terbentuk asam karboksilat. Pada saat itu ion perak direduksi menjadi logam perak. Logam perak biasanya mengendap sebagai cermin pada permukaan dalam tabung reaksi. Pereaksi benedik dan fehling adalah larutan basa berwarna biru dari tembaga sulfat yang susunannya agak berbeda. Jika aldehid dioksidasi dengan pereaksi benedik dan fehling diperoleh endapan tembaga oksida (Cu2O) yang merah cerah (Wilbraham,1992).
Sebagaimana dalam reaksi redoks pada senyawaan ion, selalu ada pengoksidasi dan pereduksi dalam reaksi redoks senyawa kovalen. Dalam reaksi antara hidrogen dan oksigen yang menghasilkan air, hidrogen adalah pereduksi dan oksigen adalah pengoksidasi. Reaksi oksidasi-reduksi yang diterangkan berdasarkan penambahan atau pelepasan oksigen dapat juga dijelaskan melalui pengalihan elektron. Dalam membicarakan senyawa karbon, lepasnya oksigen atau bertambahnya hidrogen selalu reduksi (Stanley,1988).

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1.    Alat dan Bahan
    Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah tabung reaksi beserta raknya,  pembakar gas atau lampu spiritus, erlenmeyer, gelas kimia, erlenmeyer penyaring, corong, tutup gabus dan perangkat percobaan titik lebur.
   Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah formaldehid, asetaldehid, benzalpeknol, larutan NaCl 10%, Na2CO3 10%, HCl encer, NaHSO3, aseton, semikarbazida, natrium asetat, furfural siklo heksana, fenil hidrazin HCl, asam asetat glasial dan karbon, pereaksi fehling, pereaksi tollens.
3.3.  Cara Kerja
a.      Reduksi Tollens
Ditambahkan 2 mL formaldehid dengan 1 mL pereaksi tollens lalu dipanaskan. Diamati warna pada dinding tabung reaksi bagian bawahnya. Diulangi cara kerja tersebut dengan menggantikan formaldehid dengan asetaldehid.
b.      Reduksi Fehling
Ditambahkan 2 mL formaldehid dengan 1 mL pereaksi fehling lalu dipanaskan. Diamati warna pada dinding tabung reaksi bagian bawahnya. Diulangi cara kerja tersebut dengan menggantikan formaldehid dengan asetaldehid.
c.       Reaksi NaHSO3
Ditambahkan 1 mL larutan NaHSO3 dengan 5 mL benzaldehid dan dikocok beberapa menit. Ditambahkan 50 mL etanol, dikocok, lalu dimasukkan erlenmeyer ke dalam campuran NaCl dan es. Dikumpulkan kristal yang terjadi dengan saringan penghisap, dicuci dengan etanol kemudian dicuci dengan ether, dibiarkan kering. Diambil sedikit kristal lalu ditambahkan 5 mL Na2CO3 10% dan dipanaskan, dicatat baunya. Diulangi cara kerja dengan 5 mL HCl encer, diuji baunya.
d.      Semikarbazon
    Ditambahkan 1 gram semikarbazon dengan 1,5 gram natrium asetat dalam 10 mL air. Ditambahkan 1 mL benzaldehid, ditutup tabung dengan gabus, dikocok. Dibiarkan campuran dengan sesekali dikocok. Disaring kristal, dicuci dengan air dingin sedikit, lalu dikeringkan dengan udara. Ditentukan titik leburnya. Diulangi percobaan dengan aseton.


BAB IV
DATA HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1.  Data Hasil Pengamatan
            Tabel 4.1 Data Hasil Pengamatan
No
Perlakuan
Sebelum Dipanaskan
Sesudah Dipanaskan
1
Reduksi Tollens
formaldehid + pereaksi tollens →
coklat tua
cermin perak
aseton + pereaksi tollens →
coklat tua
coklat tua (tetap)
2
Reduksi Fehling
formaldehid + pereaksi fehling →
biru
hijau lumut
aseton + pereaksi fehling →
biru
biru (tetap)

4.2. Pembahasan
Aldehid merupakan senyawa organik yang karbon-karbonilnya (karbon yang terikat pada oksigen) selalu berikatan dengan paling sedikit satu hidrogen, aldehid memiliki rumus struktur yaitu R-CHO. Keton merupakan senyawa organik yang memiliki sebuah gugus karbonil terikat pada dua gugus alkil, atau sebuah alkil. Keton juga dapat dikatakan senyawa organik yang karbon karbonilnya dihubungkan dengan dua karbon lainnya. Keton tidak mengandung atom hidrogen yang terikat pada gugus karbonil. Rumus struktur dari keton yaitu R-CO-R.
Aldehid dan keton dalam air bercampur sempurna. Keduanya dikenal dengan memperhatikan namanya yaitu berakhiran –al untuk aldehid dan berakhiraan –on untuk keton. Aldehid dan keton memiliki bau yang harum. Sifat-sifat dari aldehid dan keton hampir mirip satu sama lain. Namun, karena perbedaan gugus yang terikat pada gugus karbonil antara aldehid dan keton maka menimbulkan adanya perbedaan sifat kimia yang paling menonjol antara keduanya, yaitu aldehid cukup mudah teroksidasi sedangkan keton sulit untuk teroksidasi. Aldehid lebih reaktif dari keton terhadap adisi nukleofilik, yang mana reaksi ini merupakan karakteristik terhadap gugus karbonil. Keton merupakan reduktor yang lemah dibandingkan aldehid.
Percobaan pertama uji aldehid dan keton menggunakan pereaksi tollens. Percobaan ini bertujuan untuk membedakan aldehid dan keton berdasarkan sifat kemudahan oksidasi oleh pereduksi tollens. Pertama, reaksi antara formaldehid dengan pereaksi tollens Ag(OH)2 menghasilkan warna coklat tua. Kemudian, dilakukan pemanasan pada larutan ini dan dihasilkan cermin perak pada dinding bagian dalam tabung reaksi. Selanjutnya, direaksikan aseton dengan pereaksi tollens Ag(OH)2 dan dihasilkan warna coklat tua. Selanjutnya, larutan dipanaskan dan dihasilkan warna yang sama yaitu coklat tua.
Percobaan kedua uji aldehid dan keton menggunakan pereaksi fehling. Percobaan ini bertujuan untuk membedakan aldehid dan keton berdasarkan sifat kemudahan oksidasi oleh pereduksi fehling. Pereaksi fehling merupakan pencampuran larutan fehling A dan fehling B, dimana fehling adalah larutan Cu(OH)2, sedangkan fehling B merupakan campuran larutan NaOH dan kalium natrium tartarat. Pereaksi fehling dibuat dengan mencampurkan kedua larutan tersebut, sehingga diperoleh suatu larutan yang berwarna biru. Dalam pereaksi, ion Cu2+ berperan sebagai ion kompleks. Pertama, reaksi antara formaldehid dengan pereaksi fehling Cu(OH)2 menghasilkan warna biru. Kemudian, dilakukan pemanasan pada larutan ini dan perubahan warna menjadi hijau lumut. Perubahan  warna ini menunjukkan bahwa adanya gugus karbonil aldehid dalam sampel. Selanjutnya, direaksikan aseton dengan pereaksi fehling Cu(OH)2 dan dihasilkan warna biru. Selanjutnya larutan dipanaskan dan terbentuk endapan biru.
Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa ada reaksi yang membentuk endapan dan ada juga yang mengalami perubahan warna setelah dipanaskan. Pemanasan ini bertujuan untuk mempercepat terjadinya reaksi. Pada uji formaldehid dengan pereaksi tollens terbentuk cermin perak karena aldehid tersebut dioksidasi menjadi anion karboksilat, sementara ion Ag+ dalam reagen ini direduksi menjadi logam Ag. Pada uji aseton dengan reagen tollens tidak mengalami perubahan karena keton tidak dapat dioksidasi dengan reagensia ini. Keton dapat dioksidasi dengan keadaan reaksi yang lebih keras dibandingkan aldehid. Pada uji formaldehid dengan pereaksi fehling dihasilkan perubahan warna karena formaldehid tersebut mampu mereduksi Cu(OH)2 sehingga ion tembaga(II) menjadi tembaga(I) oksida. Pada uji aseton dengan pereaksi fehling terbukti bahwa aseton merupakan salah satu gugus keton dibuktikan dengan terbentuknya warna biru.

BAB V
KESIMPULAN
            Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa :
    1.  Pereduksi tollens [Cu(OH)2] digunakan untuk menguji gugus aldehid dan keton, uji positif terbentuk endapan cermin perak.
     2.  Pereduksi fehling [Ag(OH)2] digunakan untuk menguji gugus aldehid dan keton, uji positif terbentuk endapan merah bata.
       3.    Keton memiliki sifat reduktor yang lebih lemah dari aldehid, artinya senyawa aldehid lebih mudah dioksidasi dibanding keton.
         4.   Aldehid dapat dioksidasi dengan agen pengoksidasi yang kuat dengan mudah, tetapi keton tidak.
         5.    Aldehid dapat dioksidasi oleh [Ag(OH)2] dan [Cu(OH)2] sedangkan keton tidak.

DAFTAR PUSTAKA
Pine, Stankey.H. 1988. Kimia Organik 1. Penerbit ITB, Bandung.
Pudjatmaka.1999. Kimia Organik. Terjemahan dari Organic Chemistry, oleh Fessenden dan Fessenden, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Sitorus M. 2010. Kimia Organik Umum. Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta.
Suminar. 1994. Kimia Dasar : Prinsip dan Terapan Modern. Terjemahan dari General Chemistry : Principles and Modern Application oleh Petrucci, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Suminar. 1992. Kimia Organik dan Hayati.  Terjemahan dari introduction to Organic dan Biological Chemistry, oleh Wilbraham, Antony C, and Matta, Penerbit ITB, Bandung.


No comments:

Post a Comment

Penentuan Entalpi Pembakaran Dengan Menggunakan Bom Kalorimeter

BAB I PENDAHULUAN 1.1         Latar Belakang Secara umum untuk mendeteksi adanya kalor yang dimiliki oleh suatu benda yaitu dengan m...