Entalpi dan Entropi Peleburan

BAB I
PENDAHULUAN
1.1       Latar Belakang
Entalpi adalah istilah dalam termodinamika yang menyatakan jumlah energi internal dari suatu sistem termodinamika ditambah energi yang digunakan untuk melakukan kerja pada sebuah materi. Entalpi digolongkan menjadi beberapa jenis yaitu entalpi pembentukan standar, entalpi penguraian standar, entalpi pembakaran standar dan entalpi pelarutan standar. Pada larutan jenuh terjadi kesetimbangan antara zat terlarut dalam larutan dan zat tidak terlarut. Pada keadaan kesetimbangan ini kecepatan melarut sama dengan kecepatan mengendap dan konsentrasi zat dalam larutan akan selalu tetap (Sukardjo, 2002).
Secara umum panas kelarutan adalah positif (endotermis) sehingga menurut Vant Hoff semakin tinggi temperatur maka akan semakin banyak zat yang larut. Sedangkan untuk zat-zat yang panas pembentukannya negatif (eksotermis), maka akan semakin tinggi suhu akan semakin berkurang zat yang larut. Pada keadaan gas, atom atau molekul terletak saling berjauhan. Pada keadaan padat, atom, ion, atau molekul terletak sangat berdekatan dan saling bersinggungan. Pada cairan walaupun atom/molekul sangat berdekatan, tapi tidak saling bersinggungan. Hal ini menyebabkan cairan dapat mengalir. Kemampuan untuk mengalir adalah suatu sifat yang membedakan cairan dengan padatan (Hardjono, 2005).

1.2      Tujuan Percobaan

Percobaan ini bertujuan untuk memperkenalkan kurva pendinginan cairan murni dan larutan, memperlihatkan peristiwa penurunan titik beku yang disebabkan penambahan zat terlarut dan menghitung entropi dan entalpi pembekuan dengan menggunakan persamaan Vant Hoff.


BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Entalpi yang berhubungan erat dengan energi dalam tidak dapat diukur, tetapi hanya dapat didefinisikan dengan cara lain sehingga menjadi fungsi keadaan. Untuk keadaan sistem tertentu terhadap nilai H yang khas. Ciri lain dari fungsi keadaan adalah bahwa selisih nilai fungsi dua keadaan yang berbeda dari besarnya khas. Energi dalam yang telah dijelaskan sebagai seluruh energi berkaitan dengan partikel-partikel materi di dalam sistem yaitu sesuatu yang tidak dapat diukur. Tetapi energi dalam hanya tergantung pada keadaan yang merupakan ciri suatu sistem dan tidak pada bagaimana keadaan tersebut saat dicapai. Kondisi suatu sistem mengacu pada keadaannya dan setiap sifat yang hanya tergantung pada keadaan dari suatu sistem disebut fungsi keadaan (Brady, 1999).
Untuk proses reversibel, perubahan entropi total dan sistem serta sekelilingnya sama dengan nol. Demikian pula perubahan entropi untuk proses siklus sama dengan nol. Proses-proses reversibel selalu berjalan sangat lama. Ini berarti proses-proses yang terjadi pada waktu yang pendek berupa proses irreversibel dan tentu saja diikuti dengan kenaikan entropi dari sistemnya sendiri atau sistem dan sekitarnya (Sukardjo, 2002).
Entropi merupakan sifat ekstensif, seperti volume dan energi dalam (u). Jadi bergantung pada massa sistem yang diamati karena S merupakan sistem ekstransif. Hubungan ini dapat diterapkan terhadap sistem dari segala ukuran. Entalpi digolongkan menjadi beberapa jenis yaitu entalpi pembentukan standar, entalpi penguraian standar, entalpi pembakaran standar dan entalpi pelarutan standar. Pada larutan jenuh terjadi kesetimbangan antara zat terlarut dalam larutan dan zat tidak terlarut. Pada keadaan kesetimbangan ini kecepatan melarut sama dengan kecepatan mengendap dan konsentrasi zat dalam larutan akan selalu tetap (Suyono, 1998).
Entropi zat padat bertambah apabila ia melebur menjadi cair dan semakin tinggi apabila zat cair berubah menjadi gas. Sistem dan lingkungan pada suhu peralihan T dimana kedua fasa berada dalam keseimbangan pada tekanan 1 atm. Pada titik peralihan, perpindahan energi diantara sistem dan lingkungan adalah terbalik. Pada tekanan tetap, titik lebur dari sebuah benda padat adalah suhu di mana benda tersebut akan berubah wujud menjadi benda cair. Ketika dipandang dari sisi yang berlawanan (dari cair menjadi padat) yang disebut dengan titik beku. Pada sebagian besar benda, titik lebur dan titik beku biasanya sama, contohnya yaitu titik lebur dan titik beku dari raksa yaitu 234,32 kelvin (38,830C atau -37,890F). Namun beberapa substansi lainnya memiliki temperatur titik beku berbeda contohnya yaitu agar-agar, mencair pada suhu 850C (1850F) dan membeku dari suhu 32-400C (Sukardjo, 2002).
Telah diketahui bahwa penambahan panas pada cairan pada titik didihnya tidak menaikkan suhu cairan. tetapi panas tersebut digunakan untuk mengubah cairan menjadi gas. Gejala yang sama juga terjadi pada titik lebur dari padatan, di mana panas yang ditambahkan digunakan untuk mengubah padatan menjadi cairan. Suatu pendinginan dihasilkan bila panas diteteskan pada kecepatan yang sama dari suatu senyawa. Dalam proses pendinginan, suhu tidak turun dan partikel berkurang dalam gerak tersebut (Hardjono, 2005).
Entalpi adalah istilah dalam termodinamika yang menyatakan jumlah energi internal dari suatu sistem termodinamika ditambah energi yang digunakan untuk melakukan kerja pada sebuah materi. Entalpi digolongkan menjadi beberapa jenis yaitu entalpi pembentukan standar, entalpi penguraian standar, entalpi pembakaran standar, dan entalpi pelarutan standar. Entalpi yang berperan disini adalah entalpi pelarutan, yang dimaksud dengan entalpi pelarutan adalah jumlah kalor yang diperlukan atau dibebaskan untuk melarutkan 1 mol zat pada keadaan standar (Suyono, 1998).
Pada larutan jenuh terjadi keseimbangan antara zat terlarut dalam larutan dan zat yang tidak terlarut. Pada keadaan kesetimbangan ini kecepatan melarut sama dengan kecepatan mengendap dan konsentrasi zat dalam larutan akan selalu tetap. Secara umum panas kelarutan adalah positif (endotermis) sehingga menurut Van’t Hoff semakin tinggi temperatur maka akan semakin banyak zat yang larut. Sedangkan untuk zat-zat yang panas pelarutannya negatif (eksotermis), maka semakin tinggi suhu akan semakin berkurang zat yang dapat larut (Hardjono, 2008).
Pada keadaan gas, atom atau molekul terletak saling berjauhan. Pada keadaan padat, atom, ion atau molekul terletak sangat berdekatan dan saling bersinggungan. Pada cairan walaupun atom/molekul sangat berdekatan, tapi tidak saling bersinggungan. Hal ini menyebabkan cairan dapat mengalir. Kemampuan untuk mengalir adalah suatu sifat yang membedakan cairan dengan padatan. Cairan mempunyai struktur yang berbeda antara padatan dan gas (Brady, 1999).


BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1     Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah tabung reaksi, termometer 100 0C, erlenmeyer 250 ml, gelas piala 400 ml dan stopwatch.
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah Naftalen, difenilamina dan kain wol.

3.2    Skema Kerja
Selongsong dibuat dari kertas dengan cara dililitkan pada sekeliling tabung reaksi, kemudian tabung tersebut ditempatkan di tengah-tengah gelas piala 400 ml dan diruang kosong sekeliling tabung reaksi diisi dengan zat isolator seperti kain wol. Kemudian tabung reaksi diangkat, lalu dimasukkan naftalena yang beratnya diketahui dengan tepat.
Sementara itu dipanaskan air dalam labu erlenmeyer sehingga suhunya mencapai 90 0C dan kemudian dipanaskan tabung reaksi pada air panas tadi. Setelah semua naftalen mencair, diperiksa apakah jumlahnya cukup untuk menutupi wadah air raksa pada termometer yang dicelupkan kedalamnya. Kemudian ditempatkan tabung reaksi ke dalam gelas piala dengan bahan isolasi dan dimulai menghitung waktu dengan stopwatch serta mengukur suhu dengan termometer.
Cairan naftalen diaduk secara hati-hati dengan menggunakan termometer dan setiap 30 detik dicatat suhu sampai 0,10C. Pembacaan dilanjutkan beberapa menit setelah titik beku dicapai. Difenilamina sebanyak 1,5 gram ditimbang secara tepat + (0,001), ditambahkan ke dalam tabung reaski yang berisi naftalen kemudian dipanaskan kembali tabung reaksi pada air panas sampai semua naftalen mencair, kemudian diulangi pencatatan suhu dan waktu seperi langkah 4. Langkah 5 diulangi dengan penambahan difenilamina tetapi dijaga agar banyaknya tidak melebihi 0,55. Penambahan difenilamina diulangi sebanyak kiran-kira 4 kali dengan masing-masing beratnya sekitar 1,5 gram. Setiap kali sesudah penambahan dilakukan pencatatan suhu dan waktu.


BAB IV
DATA HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1       Data Hasil Pengamatan
Tabel 4.1 Data hasil pengamatan
Waktu (m)
Suhu naftalena murni (0C)
Penambahan difenilamin (0C)
0
85
73
0,5
80
72
1
78
69
1,5
55
67

Tabel 4.2Penentuan titik beku
No.
Variabel
Naftalena murni
Larutan I
1
Berat naftalena
6 gram
6 gram
2
Mol naftalena
0,046 mol
-
3
Berat difenilamina
-
1,5 gram
4
Mol difenilamina
-
0,089 mol
5
Total mol
0,046 mol
0,054 mol
6
Fraksi mol C10H8
0,83
0,16
7
Ln x C10H8
-0,17
-1.83
8
Tb (K)
328 K
340 K
9
1/Tb (K-1)
0,0030 K-1
0,0020 K-1

4.2        Pembahasan
Entalpi merupakan perubahan energi yang dibutuhkan suatu zat untuk melakukan kerja. Entalpi peleburan merupakan banyaknya energi yang dibutuhkan untuk merubah wujud dari padat menjadi cair. Sedangkan entropi adalah derajat ketidakteraturan suatu sistem. Entropi zat padat bertambah apabila ia melebur menjadi cair dan semakin tinggi apabila zat cairnya berubah menjadi gas. Untuk proses reversibel, perubahan entropi total dan sistem serta sekelilingnya sama dengan nol. Demikian pula perubahan entropi untuk proses siklus sama dengan nol. Proses-proses reversibel selalu berjalan sangat lama. Ini berarti proses-proses yang terjadi pada waktu yang pendek berupa proses irreversibel dan tentu saja diikuti dengan kenaikan entropi dari sistemnya sendiri atau sistem dan sekitarnya.
Percobaan ini dilakukan untuk menentukan titik beku pelarut murni yaitu naftalena serta melihat pengaruh penambahan zat terlarut yaitu difenilamina ke dalam pelarut murni. Pada perlakuannya, naftalena dicairkan terlebih dahulu di dalam penangas air yang memiliki suhu 900C. Setelah naftalena mencair secara sempurna, maka ditentukan titik bekunya di dalam penangas es. Suhu awal naftalena ketika dimasukkan ke dalam penangas es yaitu 850C dan suhu semakin turun hingga menit ke 1,5. Titik beku akhir naftalena dapat dilihat ketika naftalena membeku secara keseluruhan yaitu pada suhu 550C. Titik beku yang diperoleh sangat berbeda dengan titik beku naftalena sebelumnya, dimana secara teoritik titik beku naftalena 80,40C. Perbedaan titik beku naftalena secara praktikum dan teoritik ini disebabkan karena naftalena yang digunakan belum sepenuhnya murni, dimana masih terdapat zat pengotor lainnya sehingga titik bekunya sulit untuk ditentukan.
Perlakuan selanjutnya yaitu penambahan zat terlarut yaitu difenilamina. Penambahan zat terlarut ini bertujuan untuk melihat pengaruh penambahan zat terlarut terhadap titik beku naftalena. Naftalena yang telah membeku pada perlakuan pertama dimasukkan difenilamina dan dicairkan kembali di dalam penangas air dengan suhu awal 730C. Titik beku yang diperoleh meningkat dari 550C menjadi 670C. Hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan teoritik, dimana berdasarkan teoritik apabila adanya penambahan zat terlarut suhu akan semakin menurun. Hal ini disebabkan karena titik beku difenilamina jauh lebih rendah daripada titik beku naftalena, sehingga naftalena sulit untuk membeku. Peristiwa penurunan titik beku yang terjadi ini disebut dengan peristiwa lewat beku. Perbedaan hasil yang diperoleh secara praktikum dengan teoritik dapat disebabkan karena oleh kelalaian praktikan dalam mengamati suhu yang tertera pada termometer.
Hasil yang diperoleh dari praktikum yang telah dilakukan, maka dapat dibuat sebuah kurva pendinginan. Kurva yang diperoleh mengalami penurunan, disebabkan karena pada saat naftalena mulai membeku, titk beku yang dihasilkan semakin rendah. Berdasarkan perhitungan, perubahan entalpi (ΔH) bernilai positif yaitu 0,0142 J/mol.K yang menunjukkan bahwa terjadinya reaksi endotermik. Reaksi endotermik adalah reaksi yang melepaskan energi dari sistem ke lingkungannya. Begitu pula dengan perubahan entropi (ΔS) juga bernilai positif, yaitu 0,0144 J/mol.K. Nilai positif ini menunjukkan bahwa pada reaksi kimia tersebut terjadi perubahan entropi dari keadaan teratur menjadi kurang teratur, sehingga reaksi dapat dikatakan berlangsung secara spontan. Perubahan entropi menunjukkan bahwa larutan menjadi cairan.


BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan dari hasil percobaan dan pengamatan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :
·         Titik beku naftalena murni yang diperoleh yaitu suhu 55 0C.
·         Titik beku naftalena yang ditambahkan difenilamina yaitu 67 0C.
·    Perbedaan nilai titik beku naftalena secara praktikum dengan teoritik disebabkan karena naftalena yang digunakan pada praktikum masih mengandung pengotor.
·     ΔH bernilai positif menunjukkan reaksi berlangsung secara tidak spontan dengan nilai ΔH = 0,0142 J/mol.K.
·      ΔS bernilai positif menunjukkan bahwa reaksi berlangsung secara tidak spontan dengan nilai ΔS = 0,0144 J/mol.K.
·         Entropi akan semakin meningkat jika larutan menjadi cairan.


DAFTAR PUSTAKA
Brady, James. 1999. Kimia Universitas Azas & Struktur Jilid 1, Edisi ke-5. Diterjemahkan dari 
            University Chemistry Principles and Structure of Volume 1 ,5th edition  oleh Hardjono 
            Sastrohamidjojo. Erlangga. Jakarta.

Harjono. 2005. Kimia Fisika. Erlangga. Jakarta.

Keenan. 1996. Kimia Untuk Universitas. Diterjemahkan dari Chemistry for   University oleh 
            Pudjaatmaka. 1996. Erlangga. Jakarta.

Sastrohamidjojo, Hardjono. 2008. Kimia Dasar. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Sukardjo. 2002. Kimia Fisika. Bineka Cipta. Jakarta.

Suyono. 1998. Kimia Fisika I. PT.Cipta Aditya Bakti. Bandung.

No comments:

Post a Comment

Penentuan Entalpi Pembakaran Dengan Menggunakan Bom Kalorimeter

BAB I PENDAHULUAN 1.1         Latar Belakang Secara umum untuk mendeteksi adanya kalor yang dimiliki oleh suatu benda yaitu dengan m...